Kamis, 21 Juni 2012

Selokan MATARAM (Kali buatan van Jogja)


Legenda berkisah tentang sabda Sunan Kalijaga, bahwa bumi Mataram akan subur dan rakyatnya makmur apabila Sungai (kali) Progo dan Sungai Opak disatukan. Pada masa itu, mungkin sabda itu terdengar sebagai kutukan sebab menyatukan dua sungai yang saling berjauhan, satu di tepi barat dan satunya di tepi timur wilayah Mataram, adalah mustahil.Sebelum Perang Dunia II, dataran rendah luas di antara kedua sungai besar itu, yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakara, merupakan daerah minus. Tanaman pangan hanya bisa disuahakan pada musim hujan. Tak ada harapan jika kemarau datang.

 Selokan Mataram adalah kanal irigasi yang menghubungkan Kali Progo di barat pada koordinat 7.6656°LS 110.2673°BT pada elevasi 168 m di atas permukaan laut (Bendungan Karang Talun diwilayah Dusun Ancol, Desa Bligo, Kec. Ngluwar, Kab. Magelang, Jateng dan Sungai Opak di timur pada koordinat 7.7675°LS 110.4840°BT. Selokan Mataram memiliki panjang 31,2 km dengan kemiringan elevasi 38 meter dan dibangun pada Masa Pendudukan Jepang. 

Kala itu Jepang sedang menggalakkan Romusha untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ataupun untuk membangun sarana prasarana guna kepentingan perang Jepang melawan Sekutu di Pasifik. Di tengah gencar-gencarnya Romusha, Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berusaha menyelamatkan warga Yogyakarta dari kekejaman Romusha. Dengan berpikir cerdik, Beliau melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah minus dan kering, hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek. Dengan laporan tersebut Sri Sultan mengusulkan kepada Jepang agar warganya diperintahkan untuk membangun sebuah selokan saluran air yang menghubungkan Kali Progo di barat dan Sungai Opak di timur. Dengan demikian lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan lahan tadah hujan dapat diairi pada musim kemarau sehingga mampu menghasilkan padi dan bisa memasok kebutuhan pangan Tentara Jepang.

Menyusuri tepi saluran irigasi bersejarah ini dengan sepeda atau perahu menjanjikan pengalaman yang menyenangkan bila dilakukan di Oktober-Mei, sejak dari Juni-September selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus kontaminasi. Kita dapat memilih rute ke barat menuju hulu Sungai Progo di desa Ancol Kabupaten Magelang untuk bersepeda sore hari, sambil menikmati matahari tenggelam di ufuk barat. Atau di pagi hari, kita bisa berperahu menyusuri Selokan Mataram ke arah timur yang akan berakhir di Sungai Opak di Kalasan. Mulai pk 06.00 WIB adalah waktu yang tepat dengan udara segar dan matahari yang hangat dan kita bisa melihat banyak aktivitas masyarakat pertanian.

 ***


KESELURUHAN bentangan Selokan Mataram yang dapat dilihat di google maps, dari Progo sampai Opak sebenarnya sebuah sistem irigasi. Bisa dipadankan sistem pernafasan manusia. Hidungnya Bendung Karangtalun berfungsi menghisap, kerongkongannya atau tracheanya Jaringan Induk Selokan Mataram, kemudan bercabang menjadi selokan Van Der Wijck (ke selatan) dan Selokan Mataram (ke timur).

Instansi-instansi yang mengelola Selokan Mataram memberi nama berbeda-beda. Subdin Pengairan Dinas PU DIY dulu menyebutnya Sistem Irigasi Selokan Mataram. Setelah menjadi Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo Opak Oyo ( PSDA WS POO) Dinas PU DIY menamai Jaringan Irigasi Sistim Mataram. Sedangkan Balai Besar Sungai Serayu Opak (BBSSO) Departemen PU menyebutnya Saluran Sistem Mataram. Dalam laporan ini lebih memilih Sistem Irigasi Selokan Mataram.

Selokan Mataram, secara teknis Subdin Pengairan Propinsi DIY dulu menyebutnya sebagai Jaringan Irigasi Selokan Mataram I. Sedangkan Selokan Van Der Wijck disebut Jaringan Irigasi Selokan Mataram II. Hulu kedua jaringan ini disebut Jaringan Induk Selokan Mataram.

Jaringan Induk Selokan Mataram panjangnya 3 km, membentang dari Bendung Karangtalun (yang dikenal dengan sebutan Ancol) di Karangtalun Ngluwar Magelang Jateng sampai gejlig (pintu sadap) Selokan Mataram II (Van Der Wijck) di sisi timur Desa Bligo Ngluwar Magelang. Tempat ini ditetapkan sebagai Titik 0 Selokan Mataram I. Di tempat ini sekarang berdiri bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air mini.

Jaringan induk, selepas Ancol kemudian masuk ke dalam tanah, mengalir melalui sebuah terowongan sepanjang 800 meteran di bawah Sungai Bathang (nama menurut masyarakat setempat), di bawah Pedukuhan Jetis dan Krajan Desa Bligo. Selepas pintu terowongan melintas di jalur terbuka yang cukup dalam dan berakhir di Titik 0.

Bendung Karangtalun, Jaringan Induk Selokan Mataram dan Selokan Mataram II dibuat pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1909 -1932 diera kepemimpinan Gubernur Jendral Van Der Wijck. Termasuk Intake Kalibawang dan jaringan irigasinya yang berada di Kulonprogo. Namanya kemudian untuk menamai sistem irigasi yang dibuat dieranya. (Selengkapnya dalam penyusuran sejarah).

Selokan Mataram I yang dikenal sebagai Selokan Mataram atau Slokan, mulai Titik 0 sampai Tempuran Opak Progo di Randugunting Tamanmartani Kalasan Sleman. Bangunan ini dibuat pada awal zaman penjajahan Jepang tahun 1942 dan merupakan monumen sejarah terpanjang di Indonesia, monumen 'Tahta Untuk Rakyat' peninggalan Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bhuwono IX, ya... Ayahanda Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bhuwono X yang sekarang bertahta di Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus Gubernur DIY. (Selengkapnya dalam penyusuran sejarah).

Balai PSDA WS POO Dinas PU DIY menginformasikan, panjang keseluruhan Sistem Irigasi Selokan Mataram dari Kali Progo hingga Kali Opak, 42 km. Sementara argometer sepedamotor waktu penyusuran melalui jalan inspeksi pada tahun 1996 menunjukkan angka 38 km (mungkin ada ruas jalan yang terlewat). Panjang Selokan Mataram I (ke timur) 31,2 km dan Selokan Mataram II (ke selatan) 17 Km.

Sistem Irigasi Selokan Mataram terdiri 1 unit bendung, tiga jaringan irigasi utama, 1 terowongan di bawah dusun, 9 unit penguras, unit sadap 85 lokasi, unit suplesi 24 lokasi, unit penyaring 5 lokasi, 3 sipon (terowongan dibawah sungai), 24 talang (bangunan di atas sungai). Artinya melintas di atas 24 sungai, menyusup di bawah 3 sungai (Bathang, Krasak, Code), menyusup di bawah desa (Pedukuhan Jetis dan Krajan Desa Bligo) membelah 18 kawasan pemukiman, termasuk UGM. 


3 komentar:

  1. Manfaat sebagai saluran irigasi selokan mataram kiat berkurang, karena alih fungsi lahan besar2 an sibelah selatan selokan yang sepertinya tidak bisa dikendalikan. Kini-2012 sawah2 yang menjadi pelanggan irigasi selokan mataram tinggal 25% saja, artinya terjadi over supplay dan over benefit selokan mataram. Sedangkan biaya operasioanal untuk merawat selokan mataram tidak kecil. Karena itu perlu dialih fungsikan, selokan tidak sekadar irigasi, tapi bisa dijadikan obyek wisata? tentu saja harus dengan pembenahan2 fasilitas agar menarik wisatawan. bagaimana?

    BalasHapus
  2. Selokan MATARAM (Kali buatan van Jogja)

    Legenda berkisah tentang sabda Sunan Kalijaga, bahwa bumi Mataram akan subur dan rakyatnya makmur apabila Sungai (kali) Progo dan Sungai Opak disatukan. Pada masa itu, mungkin sabda itu terdengar sebagai kutukan sebab menyatukan dua sungai yang saling berjauhan, satu di tepi barat dan satunya di tepi timur wilayah Mataram, adalah mustahil.Sebelum Perang Dunia II, dataran rendah luas di antara kedua sungai besar itu, yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakara, merupakan daerah minus. Tanaman pangan hanya bisa disuahakan pada musim hujan. Tak ada harapan jika kemarau datang.

    Selokan Mataram adalah kanal irigasi yang menghubungkan Kali Progo di barat pada koordinat 7.6656°LS 110.2673°BT pada elevasi 168 m di atas permukaan laut (Bendungan Karang Talun diwilayah Dusun Ancol, Desa Bligo, Kec. Ngluwar, Kab. Magelang, Jateng dan Sungai Opak di timur pada koordinat 7.7675°LS 110.4840°BT. Selokan Mataram memiliki panjang 31,2 km dengan kemiringan elevasi 38 meter dan dibangun pada Masa Pendudukan Jepang.

    Kala itu Jepang sedang menggalakkan Romusha untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ataupun untuk membangun sarana prasarana guna kepentingan perang Jepang melawan Sekutu di Pasifik. Di tengah gencar-gencarnya Romusha, Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX berusaha menyelamatkan warga Yogyakarta dari kekejaman Romusha. Dengan berpikir cerdik, Beliau melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah minus dan kering, hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek. Dengan laporan tersebut Sri Sultan mengusulkan kepada Jepang agar warganya diperintahkan untuk membangun sebuah selokan saluran air yang menghubungkan Kali Progo di barat dan Sungai Opak di timur. Dengan demikian lahan pertanian di Yogyakarta yang kebanyakan lahan tadah hujan dapat diairi pada musim kemarau sehingga mampu menghasilkan padi dan bisa memasok kebutuhan pangan Tentara Jepang.

    Menyusuri tepi saluran irigasi bersejarah ini dengan sepeda atau perahu menjanjikan pengalaman yang menyenangkan bila dilakukan di Oktober-Mei, sejak dari Juni-September selokan ini dikeringkan untuk memutus siklus kontaminasi. Kita dapat memilih rute ke barat menuju hulu Sungai Progo di desa Ancol Kabupaten Magelang untuk bersepeda sore hari, sambil menikmati matahari tenggelam di ufuk barat. Atau di pagi hari, kita bisa berperahu menyusuri Selokan Mataram ke arah timur yang akan berakhir di Sungai Opak di Kalasan. Mulai pk 06.00 WIB adalah waktu yang tepat dengan udara segar dan matahari yang hangat dan kita bisa melihat banyak aktivitas masyarakat pertanian.

    ***


    .

    BalasHapus
  3. Ukuran dimensi bendung Ancol Karangtalun bewrapa yaa

    BalasHapus